Dunia sedang mengalami perubahan. Keterpisahan jarak dan waktu tidak lagi menjadi hambatan bagi orang-orang yang bekerja di industri kreatif. Dalam istilah Florida disebutkan, “geography is dead”. Hadirnya internet dan perangkat telekomunikasi dan transportasi yang canggih, sedikit banyak telah mengubah budaya kerja yang stagnan di satu tempat. Kelly, dalam bukunya yang berjudul “New Rules for the New Economy”, ia mengatakan, “The New Economy operates in a ‘space’ rather than a place, and over time more and more economic transactions will migrate to this new space”. Hal ini disebabkan karena bagi para penggiat industri kreatif, jarak bukanlah hambatan untuk mendapatkan pekerjaan berskala global. Proyek-proyek freelance bisa dengan mudah didapatkan melalui situs-situs penyedia jasa projek bagi pekerja kreatif. Desainer grafis bisa dengan leluasa menjual dan memajang hasil karyanya melalui situs-situs marketplace seperti graphicriver.net.

Industri kreatif memang menghasilkan banyak inovasi-inovasi brilian yang layak untuk dipatenkan. Arsitek, desainer produk, desainer mebel, desainer grafis, pemusik dan seniman adalah bagian dari keluarga besar ekonomi kreatif. Di sisi lain, tumbuh dan berkembang pesatnya industri startup di Indonesia dengan inovasi aplikasi-aplikasi berbasis mobile yang user-friendly telah membawa konsep baru dalam mesin perekonomian Indonesia. Aplikasi penyedia jasa transportasi seperti GO_JEK, dan UBER berhasil menarik perhatian & minat masyarakat Indonesia. Imbasnya, Travis Kalanick, CEO dari perusahaan Uber saat ini merupakan salah satu orang terkaya di dunia, dengan total kekayaan mencapai 6 triliun US Dollar (Forbes).

Bisnis e-commerce seperti Lazada, Tokopedia, dan Zalora dengan konsepnya yang menghubungkan komunitas penjual, produk dan pelanggan melalui transaksi digital berhasil meraih sukses besar dengan omzet perbulan mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Bahkan, e-commerce Tokopedia mendapatkan pendanaan sampai 100 juta US Dollar pada tahun 2014. Jumlah yang fantastis untuk suatu bisnis e-commerce.

Istilah ekonomi kreatif ini, pertama kali disuarakan oleh John Howkins, penulis buku “Creative Economy, How People Make Money from Ideas”. John Howkins, selain sebagai pembuat film, ia juga aktif memberikan masukan-masukan dan berdiskusi dengan pemerintah Inggris untuk membentuk kebijakan-kebijakan yang mendukung perkembangan ekonomi kreatif. Ia berpendapat bahwa, hanya dengan bermodalkan sebuah ide atau gagasan saja, seorang talenta kreatif bisa mendapatkan penghasilan yang sangat layak untuk hidup.

Dilansir dari Tempo, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga hadir mengunjungi puluhan outlet produk kreatif yang ada di gedung Smesco, Jakarta, Minggu, 24 Januari 2016. Ia mengatakan, di era ekonomi digital, peluang untuk industri kreatif sangat terbuka dan mudah dipasarkan melalui media apa pun.

“Kami hadirkan untuk generasi muda, pengguna Internet, dan para wanita untuk menjadi usaha kecil menengah berorientasi ekspor,” katanya.

Acara ini bertajuk “Marketers Creativity Day” sebagai media bagi pelaku usaha kreatif dan produktif untuk menunjukkan kompetensi. Direktur Utama Lembaga Layanan Pemasaran juga mendorong generasi muda memiliki produk kreatif. Ia menuturkan produk-produk industri kreatif bisa dipamerkan di Galeri Indonesia WOW, gedung Smesco Jakarta agar bisa dikenal lebih luas.

Ekonom Sri Adiningsih menilai, di era masyarakat ekonomi Asean banyak produk kreatif dari Indonesia. Namun menurut dia masih terkendala sektor pemasaran. Ia pun mendorong perempuan untuk berbisnis dan memasarkan produk melalui media sosial di internet. Sri mengajak masyarakat untuk menggunakan produk-produk dalam negeri.

Inisiator Galeri Indonesia WOW, Hermawan Kertajaya mengatakan acara Marketers Creativity akan diselenggarakan rutin setiap bulan pada pekan keempat. Acara ini merupakan pertama di Indonesia untuk menginspirasi semua pelaku usaha agar memiliki mental startup di antaranya wirausaha, kreatif, dan produktif.

Pergeseran orientasi ekonomi dunia dari ekonomi Fordist ke post-Fordist yang mengedepankan sumber daya manusia sebagai asetnya, telah menyebabkan persaingan yang gigantik dalam usaha merayu dan merebut talenta-talenta muda. Masa depan dunia ada di pundak orang-orang kreatif yang mampu menyulap pengetahuan dan kreativitas menjadi suatu mesin ekonomi yang luar biasa. Ekonomi kreatif ini sempat diwacanakan oleh Richard Florida dalam jurnalnya ; “The Rise of Creative Class (2002)”. Ia mengungkapkan bahwa siapapun yang memiliki bakat, jejaring dan kewirausahaan yang inovatif, dialah yang akan memenangkan persaingan global di masa depan. Dan industri desain, mulai dari desain grafis sampai arsitektur adalah salah satu motor penggerak ekonomi kreatif,.

Oleh karena itu, tetangga kita Singapura melihat peluang ini secara serius. Dengan meluncurkan gerakan desain bertajuk Renaissance City 2.0, Singapura berambisi untuk menjadi pusat ekonomi kreatif di Asia. Renaissance City Project memiliki 3 strategi utama, yaitu : menjadikan Singapura sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kreativitas di benua Asia; membangun suatu sistem yang mengintegerasikan nilai-nilai seni, budaya, bisnis dan pelayanan publik secara komprehensif; serta mendukung perkembangan seni dan budaya dengan mendorong masyarakat untuk aktif memberikan sumbangsihnya terhadap perkembangan seni dan budaya.

Tugas kita sebagai generasi yang hidup di tengah gempuran komunitas ekonomi Asia dan ekonomi dunia adalah, menyiapkan infrastruktur ekonomi kreatif secara matang. Sehingga, gaya hidup talenta-talenta kreatif yang pada umumnya kosmopolitan bisa terfasilitasi sehingga mereka mau hidup dan bekerja di Indonesia. Ekonomi dan kreativitas bukanlah hal yang baru. Hanya saja kolaborasi dua elemen ini berhasil menciptakan mesin ekonomi yang luar biasa dan membuka lapangan kerja yang luas untuk masyarakat. Hasil penelitian statistik yang dilakukan di Amerika, sebagai pusat perekonomian dunia, telah berhasil mengidentifikasikan bahwa gagasan-gagasan kreatif adalah modal utama bagi laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju. Artinya, ekonomi kreatif terbukti telah berhasil menjadi sumber ekonomi tinggi untuk perekonomian suatu negara.

Jadi, kapan lagi kita mengejar devisit miliaran rupiah melalui industri kreatif, jika tidak dimulai dari strategi merevitalisasi infrastruktur kota yang supportif terhadap perkembangan ekonomi kreatif.